NGBdMqJaNaFbNatdMWVbLWR4MDcsynIkynwbzD1c

Upacara HARDIKNAS di Sekolah

BLANTERLANDINGv101
1606433523804128295

Upacara HARDIKNAS di Sekolah

Jumat, 13 Mei 2022
Upacara HARDIKNAS di Sekolah
Jumat, 13 Mei 2022


Kandat, 13 Mei 2022, HARDIKNAS (Hari Pendidikan Nasional) diperingati setiap tahunnya pada tanggal 2 Mei. Namun sayangnya, Hari Pendidikan Nasional tahun ini bertepatan dengan dengan libur Idul Fitri 2022 dan juga cuti bersama.

Oleh karena itu, upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional akan dilakukan pada hari, Jumat, 13 Mei 2022 sesuai keputusan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia.

Bukan tanpa sebab pedoman Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2022 yang dikeluarkan Kemendikbudristek tertera, sehubungan dengan Hari Raya Idulfitri 1443 H dan cuti bersama tahun 2022.



Sehingga, UPTD SMP Negeri 2 Kandat menyelenggarakan Upacara Bendera Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2022 pada 13 Mei 2022 pukul 07.00 WIB secara tatap muka, terbatas, minimalis, dan menerapkan protokol kesehatan dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19 yang telah ditetapkan pemerintah tanpa mengurangi makna, semangat, dan kekhidmatan acara.

Petugas Upacara Pada hari Hardiknas ini Anggota OSIS SMP Negeri 2 Kandat, sedangkan Pembinan Upacara Langsung Kepala Sekolah yaitu WAWAN SARUDI, M.Pd. Dengan membawakan Sambutan Menteri Kemdibudristek RI dan ditambah sambutan untuk pedoman dan Himbauan siswa - siswi SMP Negeri 2 Kandat untuk lebih mengenal Hari Pendidikan Nasional yang di peringati setiap tahunnya.

Ki Hadjar Dewantara adalah orang yang berani menentang kebijakan pemerintah kolonial Belanda, yang menyebut hanya anak keturunan Belanda dan orang kaya yang bisa sekolah. Melalui Keppes No 316 Tahun 1059 tertanggal 16 Desember, tanggal 2 Mei akhirnya ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Hari Pendidikan Nasional yang diperingati setiap tanggal 2 Mei tersebut memang bertepatan dengan hari lahir Bapak Pendidikan Nasional di Indonesia, Ki Hadjar Dewantara. Ki Hadjar Dewantara lahir di Pakualaman pada 2 Mei 1889 dan meninggal di Jogjakarta, 26 April 1959 pada usia 69 tahun. Itulah mengapa tanggal kelahiran beliau diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional di Indonesia.

Kritiknya terhadap kebijakan pemerintah saat itu membuat dirinya diasingkan ke Belanda. Setelah kembali ke Indonesia, Ki Hadjar Dewantara kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang dikenal dengan nama Taman Siswa.

Selain mendirikan Taman Siswa, masih banyak kontribusi Ki Hajar Dewantara dalam ranah pendidikan di Indonesia.

Ki Hadjar Dewantara juga merupakan seorang aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia di zaman penjajahan Belanda.

"Ing ngrasa sung tulada..Ing madya mangun karsa..Tut wuri handayani"




Ki Hadjar Dewantara menamatkan pendidikan dasar di ELS (Europeesche Lagere School) atau sekolah dasar pada zaman kolonial Hindia Belanda di Indonesia. Selanjutnya ia juga sempat melanjutkan pendidikan ke STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen), yaitu sekolah pendidikan dokter di Batavia pada zaman kolonial Hindia Belanda, namun tidak sampai lulus lantaran sakit.

Ki Hadjar Dewantara juga pernah bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik di Indonesia, yaitu Boedi Oetomo dan Insulinde. Tulisan Ki Hadjar Dewantara yang paling terkenal saat itu yaitu, "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau "Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga."



Ada pula kolom Ki Hadjar Dewantara yang paling terkenal dengan judul "Als ik een Nederlander was" diterjemahkan menjadi, "Seandainya Aku Seorang Belanda."

Tulisan tersebut dimuat dalam surat kabar De Expres pada 13 Juli 1913, surat kabar tersebut berada di bawah pimpinan Ernest Douwes Dekker. Namun lantaran tulisannya tersebut, ia ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka.

Tapi kedua rekannya, Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo, melakukan protes atas pengasingan tersebut. Akhirnya mereka bertiga pun diasingkan ke Belanda, dan ketiga tokoh ini kemudian dikenal dengan sebutan "Tiga Serangkai."

Foto : Andik Hary P, SE.

Spendaka Jaya..
Jayalah Spendakaku..




iklan banner

BLANTERLANDINGv101

Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang